Senin, 27 Februari 2012

Resensi Cerpen "Mangku Mencari Doa Di Daratan Jauh"



Mangku Mencari Doa di Daratan Jauh
“Kematian terhormat, ditanah seberang”

            Martin Aleida salah satu penulis yang berhasil menciptakan cerpen, karyanya yang berjudul “Mangku Mencari Doa di Daratan Jauh”, yang telah mampu menghentak dan membius para pembaca dalam membaca karyanya ini. Cerpen ini mampu memberi gambaran betapa jahanamnya manusia dalam mencapai kekayaan dan kekuasaan duniawi. Penyakit manusia yang bernama “kekejian”. Karyanya ini mampu mengimplementasikan, bagaimana kehidupan manusia yang berdasarkan lobha angkara dan manusia yang berpegang teguh pada kebenaran dan dharma.
Mangku salah satu tokoh yang berpegang teguh pada kebenaran, Adalah salah satu tokoh yang ditonjolkan dalam cerpen ini. Penulis menggambarkannya sebagai orang yang memegang teguh prinsip, yaitu tak sudi mati ditanah Bali, tanah tumpah darahnya sendiri. Ia hanya ingin mati baik-baik dengan iringan doa. Bukan seperti kematian ayahnya yang mati diatas manusia keji yang membunuh ayahnya hanya karena kekuasaan tanah, dengan hantaman linggis tanpa ampun, tanpa belas kasih, dan tanpa iringan doa. Manusia yang dirasuki roh-roh leak, yang telah merampas tanah Balinya yang dicintainya.
 Kedua sahabatnya yaitu, kera dan anjing yang selalu setia menemani dalam pengembaraannya menuju lampung. tempat nan jauh yang di mana orang Bali membangun hidup baru tanpa meninggalkan adat dan kebiasaan. Dia ingin mati di sana diiringi doa sederhana oleh orang Bali sejati. Penulis menggambarkan bahwa kera dan anjing Kintamani milik Mangku, bagaikan malaikat yang selalu menjadi pengiring dan penghiburnya setelah kematian ayahnya yang pergi ke Khayangan. Dalam pengembaraannya ia bertemu para penguasa yang meminta surat jalan, namun Mangku tak punya. Dari perjalanan panjangnya inilah dia tahu bahwa kesalahan yang dibuat-buat penguasa termasuk polisi, tentara, dan hansip bisa ditebus dengan uang. Dalam cerpen ini penulis mampu melukiskan betapa, sifat manusia yang lobha akan kekayaan duniawi demi kepentingan semata, tanpa menjalankan tugas yang berdasarkan dharma.
Namun anjing Kintamani, yang selalu menjaganya mati ditangan penjahat yang menganggap anjingnya adalah anjing rabies yang patut dibasmi. Jakarta, kota sebesar ini apakah hanya penuh dengan penjahat berkedok malaikat?? Pikir Mangku dalam kesedihannya. Penulis mampu mengisyaratkan kepada pembaca bahwa Kekejian Manusia telah melanglang buana di negri ini, yang sangat riil dalam kehidupan nyata. Malamnya sahabatnya yaitu kera, akhirnya mati karena segerombolan anjing yang menyerbu keranya itu, rupanya anjing rabies. Sesampai di Sumatera jasad keranya dikubur dalam tanah, juga air matanya. Persis sebagai mana kera ini dikuburkan, maka seperti itulah kematian yang ia ingin. Mati baik-baik dengan iringin doa.
Dalam kacamata pembaca, cerpen ini sangat menarik. Gaya bahasanya yang santai dan personifikasi membuat pembaca tidak bosan untuk membacanya sampai habis. Penulis berani menggambarkan dengan kehidupan manusia saat ini, betapa kekejaman, kekejian dan lobha angkara telah menutupi hati nurani manusia. Namun penulis, dalam menyampaikan isi cerpen ini terlalu tragis, terkesan hanya kejahatan yang mampu bertahan ditengah kebiadaban manusia.
Dalam cerpen ini penulis mampu menampakkan dengan jelas sifat hitam putih manusia dari penggambaran tokohnya. Keadaannya sangat logis dan relevan dalam kehidupan nyata. Banyak terdapat makna tersirat yang disampaikan penulis kepada pembaca. Jika kekejian dan lobha angkara dibiarkan menari-nari di atas hati nurani manusia, bagamaina penerus negri ini? Apakah negri ini akan menjadi “lautan kekejian”?
Eka_VierneufA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar